(Natal Ditinjau Dari Segi Dogmatis)

Oleh: Pdt. Dr Ro Sininta Hutabarat, M.Th

              Dalam pengakuan Iman Rasuli perkara Natal terdapat dalam suatu kalimat yang singkat, tetapi memiliki arti yang dalam yaitu; “Yang dikandung daripada Roh Kudus Lahir dari Anak Dara Maria“. Maksudnya adalah dari pernyataan ini ada suatu kesaksian inkarnasi (Yoh 1:14), yang dapat mengartikan dua hal yaitu:

  1. Allah menjadi benar-benar manusia
  2. Kita (manusia) tidak ditinggalkan sendirian dengan doa dan keputusasaan kita.

Keselamatan mencapai kita sebagai manusia dimana kita berada. Kredo atau pengakuan iman tidak memikirkan di dalam istilah-istilah (misalnya; “parthenogenese” atau biak dara) melainkan memuat suatu cerita (Mat 1:18-25). Kredo atau Apostolikum berkisah tentang Maria, yaitu seorang manusia yang konkrit, bersejarah dan tentang Roh Kudus sebagai keberadaan Allah Pencipta di dalam dunia kita.

  1. Maria dan Kelahiran dari Anak Dara;

Kredo berbicara tentang seorang pribadi yang konkrit, tentang seorang wanita yang disebut namanya Maria. Yesus mempunyai ibu dari daging dan darah, Dia datang ke dunia seperti kita semua, Dia dikandung dan dilahirkan.1) Pengarang Kurt Marti (seorang Swiss) pernah mengatakan: Allah menghancurkan semua gambar Allah, menghancurkan semua gambar Allah yang salah pada saat ketika dahulu di dalam seruan kelahiran berkerut dan merah diantara paha Maria. Yesus adalah berkerut dan merah seperti semua anak-anak manusia. Kerut merah ini dan air mata Maria tidak boleh kita lupakan. Kita tidak boleh mengabaikan ini. Di sini jantung pernyataan rasuli.

Apostolikum berbicara dengan tidak menyalah-artikan tentang ibu Yesus sebagai seorang gadis. Motif lahir dari anak dara adalah disebar luaskan di dalam sejarah religi umum. Mitos-mitos ini sering berkaitan dan ilmu alam. Oleh karena; “lahir dari anak dara “ adalah suatu “dogma penjelasan”. Tujuannya adalah benar-benar teologis, dan pernyataan itu tidak hanya untuk diri sendiri dan pernyataan itu bukan untuk diri  sendiri. Namun dogma ini tidak akan penting apabila kita mengupas motif lahir dari anak dara sebagai topik biologi atau ilmu kebidanan ataupun genekologi. Tetapi dibalik ini-motif itu mempunyai suatu peranan yang “melayani”. Dogma ini sama sekali tidak memformulasikan isi yang lain dari pada dogma tentang Allah menjadi manusia, walaupun dengan cara yang khusus. Dogma “lahir dari anak dara” mengungkapkan pengenalan tentang Allah menjadi manusia, motif lahir ini mencari perhatian kita tidak sebagai tema primer, melainkan hanya sebagai tema sekunder. Tema ini melayani “yang lebih besar” dari seperti Yohanes pembabtis menunjukkan dirinya untuk orang yang akan datang.

Pendapat tentang “relativitas” dogma ini menunjukkan juga pengenalan Alkitabiah. Demikianlah pernyataan “lahir dari anak dara Maria”  jarang didapati dalam Alkitab. Ini hanya disebutkan di dalam cerita Natal dari Matius dan Lukas. Kata Gerik (Yunani) “parthenos” (=perawan) yang dipakai disini adalah terjemahan dari kata Ibrani “almah” (bnd. Yes 7:14), yang dapat juga diterjemahkan dengan wanita yang muda. Di dalam Injil Yohanes dan surat-surat Paulus sebaliknya  motif ini tidak terdapat. Apakah pembisuan rasuli tidak juga penting untuk pertimbangan dogmatis kita ?

  • Natal di dalam terang dari Roh.

Kalimat pendek “yang dikandung daripada Roh Kudus”2) menjawab pertanyaan mengenai asal-usul yang sebenarnya dari Yesus. Orang dapat memberikan keterangan tentang asal-usul Yesus secara biologis, geografis dan sosiologis. Akan tetapi jawaban yang diberikan  oleh Kredo adalah secara “di belakang layar”. Jawaban ini memberikan keterangan tetang asal-usulNya tidak secara relatif melainkan secara mutlak atau lebih baik dikatakan: dalam pemikiran teologis. Kata kembar – arti “ dikandung” tidak berarti hal-hal biologis, melainkan asal mula didalam pemikiran radikal. Kata ini menuju kepada inisiator yang sebetulnya.

Bahasa teologis ini terkadang dihina oleh orang-orang nonKristen; polemik orang-orang di luar gereja merasa senang sendirian. Dengan demikian ada isu tentang se-oknum dengan nama ”Ben Pathera, serdadu Roma yang dipikirkan bapak dari anak dara Maria, atau; di Yogoslavia pada tahun 1966 terjadi suatu proses pengadilan, dimana ada seorang pujangga gereja dihukum, karena tidak bertoleransi religi. Dia mengejek asal-usul  Yesus dengan kata-kata sbb; ”Roh kudus meletakkan dirinya diatas Maria, anak dara mencium pergelangan tangan yang kuat….

Saya tidak tahu apakah perlu gereja menuduh pandangan yang demikian di pengadilan negara. Apabila Allah memberikan diriNya ke dalam tangan manusia, maka disitu penghinaan non Kristen sulit dihindarkan. Tangan kita sebagai manusia sama sekali tidak bersih dan inkarnasi ini mengandung suatu resiko. Akan tetapi pertanyaan tentang asal-usul Yesus tidak dapat dipecahkan secara biologis. Pemikiran Alkitabiahlah yang hebat mengenai kelahiran Yesus sebab tidak digelapkan melalui pandangan-pandangan tersebut. Konsep Perjanjian Baru yang bersifat teologis sama sekali jelas. Artinya; Justru didalam cerita Natal muncul suatu motif-motif yang sudah terdapat dalam Perjanjian Lama. Dimana cerita Natal berbicara tentangn Roh Kudus, di sana dihasilkan hubungan-hubungan yang kaya kepada cerita penciptaan. Roh Allah adalah kuasa dari penciptaan pertama (Kej 1:2), maka Roh Allah jugalah yang berkuasa atas penciptaan baru. Dan penciptaan baru ini mulai dari reinkarnasi Allah. Cerita tentang kelahiran Yesus merupakan suatu kejadian total. Sebab di dalam prolog Injil Yohanes, asal-usul Yesus ditunjukkan kepada Firman Allah berkuasa dan kini menjadi daging.

Dengan pernyataan ”dikandung dari pada Roh Kudus” dikemukakan: Asal-usul mula Yesus tidak berdasar atas keputusan satu dan dua orang manusia. Asal-usul dan mula Yesus adalah berdasarkan Pejanjian dan Perbuatan Allah.  Di dalam cerita Yesus Kristus, rencana Allah dinyatakan. Ini ádalah Roh Kudus Allah, yang mengambil  inisiatif dalam cerita ini. Inkarnasi Allah terjadi atas dasar dari kuasa “Roh cipta”. Maka pokok dari cerita Yesus Kristus adalh Allah sendiri.

3. Natal dan suatu pengertian “Kewanitaan yang baru”,

Karl Barth pernah mengatakan; “Allah pada mulanya telah ada, dimana penyataan yang benar telah berlangsung, Allah tidak kepandaian yang bebas, ketrampilan atau kesalehan seorang Manusia. Dalam hal tersebut kita dapat mengatakan bahwa justru didalam motif parthenologenesis orang “pria” disingkirkan. Orang “pria” yang disingkirkan di sini tidak dimengerti sebagai oknum kelaki-lakiannya, melainkan sebagai tipe manusianya  yang terhadap wanita yang lemah membangun diri. Laki-laki dikembalikan disini selaku seoknum yang menganggap diri sebagai penanggung jawab yang sebenarnya dalam penentu kebudayaan, sebagai manusia yang “patriarkh” dan kepala keluarga. Orang laki-laki yang begitu suka ingin menjadi “pembuat” dan “Tuhan dari penciptaan” Dialah yang kehilangan arti yang buatnya sendiri.

Kalimat pendek “lahir dari anak dara Maria” sama sekali membuat jelas satu hal:  Allah tidak memerlukan dalam pekerjaanNya suatu cooperator laki-laki, Allah tidak memerlukan dia (orang laki-laki) sebagai salah satu teman kerja yang dinamis atau salah satu teman pelepas. Pada inkarnasi, manusia hanya menerima bagian di dalam suatu bentuk manusia tertentu, didalam bentuk anak dan Maria. Dan maria sama sekali tidak salah seorang yang memuliakan diri sendiri, yang mengataskan dirinya sendiri dan yang mau mengatur orang lain. Maria adalah pertama sekali sebagai seorang manusia, yang mendengar, menerima dan melayani. Dengan demikian dia adalah seorang manusia yang dikaruniai Allah.

Akan tetapi, bila didalam cerita Natal sifat-sifat Maria ini disebut, maka dengan itu dia tidaklah ia ditandai sebagai wanita passif. Dengan Maria, tidak bermaksudkan tipe ideal kewanitaan kontra sikap peranan laki-laki. Terhadap pertukaran pendapat ini kita diiingatkan oleh suatu nas Injil Lukas. Injil itu adalah “Nyanyian puji-pujian Maria”-(Magnifikat), yang menggambarkan suatu ungkapan revolusioner; ay. 46, Lalu kata Maria: “Jiwaku memuliakan Tuhan…,  Ia menurunkan orang-orang yang berkuasa dari takhtanya dan meninggikan orang-orang yang rendah; ay 53, Ia melimpahkan segala yang baik kepada orang yang lapar, dan menyuruh orang yang kaya pergi dengan tangan hampa; (Lukas 1: 46, 52-53).

Maria itu tidaklah wanita yang lemah-lembut, penyayang dan melamun seperti yang kita lihat dalam lukisan-lukisan, melainkan Maria itu adalah yang berkemauan kuat, yang dipersona, bangga dan yang menggembirakan. Hal itu terbukti dari nyanyian Maria ini berbunyi revolusioner, namun didalamnya tidaklah dimaksudkan suatu perlepasan dengan kekuatan sendiri. Maria melakukan perkerjaan Allah, yang membebaskan. Revolusi Allah bukanlah perikemanusiaan tanpa kasih, melainkan semua dinamika di dalamnya diterima sebagai karunia.

Dengan demikian kita dapat menyimpulkan: Pernyataan “dikandung dari pada Roh Kudus, lahir dari anak dara Maria” membantu kita untuk mengerti sesuatu yang penting sekali. Dalam perkara Natal, muncul suatu peristiwa didalam nama Allah dan manusia bertindak secara bersama-sama. Tetapi kalau kita mencoba membagi perbuatan Allah dan perbuatan manusia secara “fifty-fifty” semua salah dimengerti. Cerita Yesus tidaklah “setengah manusiawi” dan “setengah Ilahi”. Itu adalah cerita Allah belaka dan cerita manusia belaka, tetapi keselamatan datang dari Allah. SELAMAT MERAYAKAN HARI NATAL 25-26 Des 2023 dan Menyambut Tahun Baru 01 Jan 2024…!!


1) Kredo inilah yang menjadi dasar bahwa Yesus Kristus yang kita akui sebagai Tuhan dan Juruselamat kita, adalah Yesus yang historis, artinya: Yesus pernah dilahirkan dan hidup di dunia ini sebagai manusia. Lih. J.L. Ch. Abineno, Pokok-pokok Penting dari Iman Kristen, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1990, hl. 88-89.

2) Roh Kudus bukanlah sesuatu yang berada di samping Allah, tetapi Roh Kudus ialah nama untuk kehadiran Allah yang bertindak dengan kuasa di dunia. Roh itulah yang bekerja dalam diri Maria ketika ia mengandung. J.L. Ch. Abineno, Op.cit, hl. 136-137.

Categories: Artikel

0 Comments

Leave a Reply

Avatar placeholder

Your email address will not be published. Required fields are marked *