Oleh: Sahat HMT Sinaga

Pada akhir bulan Agustus sampai awal bulan September 2023 kata “pengkhianatan” jadi populer dalam pembicaraaan di tengah-tengah masyarakatan, maupun dalam pelbagai pemberitaan media masa. Hal itu terutama terkait dengan proses pencalonan  calon Presiden dan calon Wakil Presiden untuk Pemilihan Presiden Republik Indonesia yang  akan dilaksanakan pada tanggal 14 Februari 2024 yang akan datang.

Partai Demokrat, Kamis (31/08/2023), mengungkapkan, bakal calon presiden Anies Baswedan telah menyetujui kerja sama politik Partai Nasdem dengan Partai Kebangkitan Bangsa untuk mengusung pasangan Anies Baswedan dan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar di Pemilu 2024. Partai Demokrat menyatakan hal yang dilakukan sepihak atas inisiastif Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh itu merupakan pengkhianatan terhadap semangat perubahan dan piagam Koalisi Perubahan untuk Persatuan. Demikian ditulis dalam harian Kompas, terbitan, Jumat, 2 September 2023, halaman 2, dalam berita  dengan judul besar, “ Anies-Muhaimin Mencuat”.

Dalam Kamus Bahasa Indonesia (KBBI) on line, kata khianat berarti perbuatan tidak setia; tipu daya; perbuatan yang bertentangan dengan janji. Kata pengkhianatan adalah proses, cara, perbuatan berkhianat atau mengkhianati.

Dalam WikipediA ditulis, bentuk pemutusan, perusakan, atau pelanggaran terhadap suatu kontrak praduga, persetujuan, kerjasama, kepercayaan, atau keyakinan, yang menciptakan konflik secara moral dan psikologis dalam hubungan antarindividu, antarorganisasi, atau antara individu dengan organisasi. Sering kali pengkhianatan dapat berupa tindakan untuk mendukung kelompok musuh atau saingan, atau juga berupa bentuk pemutusan hubungan kerja sama secara penuh dengan mengabaikan aturan atau norma yang sebelumnya diputuskan atau disepakai bersama. Seseorang yang mengkhianati orang disebut pengkhianati. Pengkhianatan juga merupakan elemen sastra yang umum digunakan, yang juga digunakan dalam karya fiksi seperti film dan serial TV, dan sering dikaitkan dengan atau digunakan sebagai plot twist.

Pengkhianatan adalah tindakan yang amat menyakitkan, oleh karena kerap justru dilakukan oleh orang “dekat”  yang terjalin hubungannya dengan baik atas dasar saling mempercayai. Sebuah kepercayaan sungguh mahal nilainya sehingga harus dijaga dengan pelbagai upaya, sekalipun dalam kondisi tertekan sekalipun.

Pengkhianatan telah ada dan terjadi sejak lama. Pada saat kekuasaan Kaisar Romawi Julius Caesar, akhir hidupnya berakhir sangat tragis. Keponakannya yang bernama Marcius Junius Brutus  bergabung dengan para Senator Romawi untuk menjatuhkan, bahkan membunuh Caesar.

Dalam sejarah kerajaan-kerajaan di Nusantara, ada dikisahkan seorang yang bernama Ken Arok (Ken Angrok). Saat bekerja sebagai pengawal Tunggul Ametung, Ken Arok “tertarik” kepada isteri Tungguh Ametung yang cantik,  yang bernama Ken Dedes. Untuk menyingkirkan Tunggul Ametung, Ken Arok kemudian memesan keris kepada pandai besi yang bernama Mpu Ganding.Keris digunakan untuk membunuh Tunggul Ametung.

Cerita Alkitbab memberikan pelajaran kepada umat yang percaya. Dalam Matius 26: 14-16 ada tertulis: “Kemudian pergilah seorang dari kedua belas murid itu, yang bernama Yudas Iskariot, kepada imam-imam kepala.Ia berkata: “Apa yang hendak kamu berikan kepadaku, supaya aku menyerahkan Dia kepada kamu?” Mereka membayar tigapuluh uang perak kepadanya. Dan mulai saat itu ia mencari kesempatan yang baik untuk menyerahkan Yesus. Peristiwa itu ternyata karena ada “campur tangan iblis”, sebagaimana kita baca dalam Yohanes 13:2 “ Mereka sedang makan bersama, dan Iblis telah membisikan rencana dalam hati Yudas Iskariot, anak Simon, untuk mengkhianati Dia”.

Menghadapi tindakan pengkhianatan yang mungkin terjadi Alkitab memberikan petunjuk. Dalam Matius 6:27-28, “Tetapi kepada kamu, yang mendengarkan Aku, Aku berkata: Kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu, mintalah berkat bagi orang yang mengutuk kamu, berdoalah bagi orang yang mencaci kamu”.

Sikap untuk saling mengasihi semua orang, termasuk terhadap mereka yang “membenci” kita sebuah ajaran yang sangat mendasar untuk dijalani oleh umat manusia yang hidup berdampingan satu dengan yang lain guna menggapai kesejahteraan bersama.

Menarik untuk menyimak pandangan Prof. Dr. Koeniatmant0 Soetoprawiro, S.H.,MH, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan  (UNPAR) Bandung dalam tulisannya berjudul Testimonium Meum “Suatu Perjalanan Akademik”, yang disampaikan dalam pidato Dies Natalis FH UNPAR ke-65 tahun, pada tanggal 15 Seprember 2023, halaman 50 dan 51, “Ada banyak versi tentang nilai-nilai unggul atau virtus ini. Namun hemat saya paling tidak ada lima jenis virtus yang perlu dimiliki oleh setiap manusia beradab. Kelima virtus ini adalah:

  1. Integirtas: terselenggaranya keselarasan dan konsistensi atau keterpaduan antara nalar, hati, ucapan, dan perilaku. Harga diri orang yang semacam ini akan selalu mendorong orang tersebut untuk jujur dan tidak korup. Saya selalu berupaya untuk menjadi manusia utuh semacam ini.
  2. Kerendahan Hati: sikap ini akan menjauhi perilaku adigang, adigung, adiguna seperti terurai di atas. Saya juga selalu berusaha untuk menjungjung tinggi amanah Sunan Paku Buwana IV ini.
  3. Sikap Hormat & Menghargai Pihak Lain (Respect & Appreciation to Others): orang atau pihak lain adalah pribadi manusia yang pantas untuk saya hormati dan saya hargai sebagai sesama manusia, termasuk mereka yang lebih rendah posisinya daripada saya sendiri.
  4. Kendali Diri (Self-Control): manusia cenderung untuk rakus dan bernafsu untuk menguasai segalanya, dengan cara yang terkadang merusak atau destruktif secara sosial maupun secara ekologis. Dalam konteks inilah faktor kendali diri menjadi penting demi kepentingan bersama (bonum commune) dan keutuhan alam ekologis. Pengendalian diri ini juga perlu demi harga diri dan martabat saya sendiri. Nafsu rendahan harus senantiasa terkendali demi menjaga kemanusiaan saya, dan bukan dengan cara menyalahkan pihak lain yang saya dakwa telah menistakan atau menggoda dan memancing keprimitifan saya.
  5. Semangat Pengampuan (Spirit of Forgiveness): sikap ini merupakan sesuatu yang harus selalu saya pegang karena saya harus siap berdamai dengan kehidupan dan diri saya sendiri. Ketika bersalah,  maka saya harus selalu siap untuk dengan tulus memohon maaf tanpa dibebani gengsi pribadi. Sebaliknya, saya juga harus selalu siap untuk mengampuni. Pengampunan ini saya berikan bukan karena si bersalah telah memohon maaf dan bersedia mengubah perilakunya sesuai dengan selera saya, melainkan saya memang berniat untuk berdamai paling tidak dengan diri saya sendiri. Hidup harus tetap berlangsung, dan tidak dapat berhenti pada kemarahan, dendam, dan berkutat pada sakit hati serta niat untuk membalas. Hidup yang sehat bukanlah seperti cerita silat karya Kho Ping Hoo yang penuh dengan nafsu balas-membalas dendam turun-temurun sampai anak cucu. Kebencian dan niat untuk menghancurkan pihak lain yang tidak sejalan dengan saya  secara emosional, dengan demikian akan mewarnai kesuraman hidup saya sendiri. Inilah yang harus saya hindari.”
Categories: Artikel

0 Comments

Leave a Reply

Avatar placeholder

Your email address will not be published. Required fields are marked *