Oleh: Pdt. Dr. Humala Lumbantobing, M.Th (Sekjen GKPI)

              Pergantian tahun merupakan momentum yang khas di mana kita selalu meresponsnya dengan berbagai acara atau kebiasaan sesuai dengan kultur kita. Bahkan euphoria tahun baru sangat menggegap di mana-mana baik bagi orang yang beragama maupun tidak. Ketika tahun baru tiba rasanya tidak bisa dilewatkan dengan begitu saja. Selalu ada respons dari berbagai bangsa, etnik dan latar belakang yang berbeda-beda dalam melakukan sesuatu di tahun baru. Hal itu terus-menerus berulang karena manusia adalah bagian dari waktu dan hidup dalam waktu. Sayangnya, jika tahun baru dijalani dan dirayakan sebagai suatu kebiasaan tanpa melihat makna spiritualitasnya. Malah yang paling parah jika momen tahun baru dijadikan sebagai pesta hura-hura dan melakukan kebiasaan-kebiasaan buruk. Bagi sebagian orang perayaan tahun baru sering dijadikan momen untuk menikmati keinginan daging yang mengarah kepada hedonisme. Pada hal sebagai umat percaya kita memahami bahwa segala sesuatu yang terjadi di dunia ini tidak terlepas dari pengetahuan, pengendalian dan otoritas Tuhan. Segala sesuatu yang terjadi dalam hidup harus kita lihat dari kaca mata Tuhan. Karena itu pertanyaan yang penting adalah bagaimanakah kita memaknai tahun baru, khususnya tahun 2024 ini dalam konteks hidup baru sebagai orang percaya? Sebelum menjawab pertanyaan itu perlu sekilas diketengahkan di sini beberapa hal tentang tahun baru.

  1. Asal Usul Perayaan Tahun Baru

              Sebelum kita memahami spiritualitas tahun baru, perlu kiranya disampaikan secara sekilas latar belakang perayaan tahun baru. Perayaan tahun baru masehi berasal dari praktik ibadah bangsa Romawi. Kita semua tahu, bangsa Romawi pada zaman dulu adalah bangsa yang menyembah matahari berkenaan dengan gerakan matahari. Pada musim dingin, matahari tidak menyinari Romawi, mengingat Romawi terletak di bumi bagian utara. Musim dingin di romawi terjadi pada akhir bulan Desember, dari tanggal 22-26 Desember, matahari hanya menyinari bumi bagian selatan, maka dari itu pada tanggal itu, matahari di Romawi seolah “mati”. Matahari akan kembali muncul pada tanggal 25 Desember sampai tanggal 5 Januari, dan puncaknya adalah pada tanggal 1 Januari, masyarakat Romawi merayakan tanggal 1 Januari sebagai tanggal “kembalinya matahari baru”. Romawi merayakan “kembalinya matahari baru” ini dengan bermabuk-mabukan, berpesta-pora, berjudi, dan tindakan-tindakan untuk pemuasan kedagingan (hedonism). Hampir sama dengan apa yang terjadi pada zaman sekarang ini bagi banyak bangsa. Kebiasaan bangsa Romawi dalam merayakan Tahun Baru tersebut menjalar ke berbagai bangsa di dunia ini.

  • Tradisi Merayakan Tahun Baru

              Di samping bagaimana bangsa Romawi merayakan tahun baru, kita  juga perlu sekilas melihat berbagai tradisi yang dilakukan bangsa-bangsa dalam merayakan tahun baru. Misalnya di Brazil. Masyarakat Brazil mengenal sosok Lemanja, dewa laut dalam legenda negara ini. Setiap malam tahun baru, masyarakat Brazil menyelenggarakan ritual untuk menghormati Lemanja. Di tengah malam pergantian tahun itu, dengan mengenakan baju putih bersih, masyarakat Brazil berbondong-bondong menuju pantai. Mereka menaburkan bunga di laut, mengubur mangga, dan semangka di pasir pantai sebagai tanda penghormatan mereka terhadap sang dewa.  

              Di Jerman, ada suatu kepercayaan yang unik berkaitan dengan tahun baru. Menurut kepercayaan orang Jerman, jika mereka makan sisa hidangan pesta perayaan New Year’s Eve di tanggal 1 Januari, mereka tidak akan mengalami kekurangan pangan selama setahun penuh. Di Berlin, makanan klasik yang biasa disajikan di hari istimewa ini ialah ikan mas. Hal yang unik, duri ikan mas tersebut akan dibagikan pada para tamu untuk dibawa pulang sebagai good luck charm. Di Yunani ada yang unik dengan buah delima. Menurut orang Yunani buah delima melambangkan kesuburan dan kesuksesan. Pada setiap tanggal 1 Januari, meraka menebarkan biji buah delima di depan pintu rumah, dan perkantoran. Hal itu merupakan doa agar hidup makmur sepanjang tahun baru. Di Korea, Orang Korea mempunyai sapaan akrab di setiap tahun baru “Sudahkah Anda makan Thuck-Gook?”. Menurut kepercayaan orang Korea, apabila pada malam pergantian tahun menyantap kaldu daging sapi dengan potongan telur dadar dan kerupuk nasi atau thuck gook, maka mereka tidak akan bertambah tua tahun itu.

         Bagaimana dengan di Indonesia? Pada setiap perayaan pergantian tahun, kembang api selalu menjadi perhatian utama pergantian tahun. Hal ini sudah menjadi tradisi yang belum bisa tergantikan. Perayaan malam tahun baru tanpa kembang api adalah sesuatu yang tidak sah. Berbagai macam kembang api disulut ketika menyambut tahun baru. Ada yang harganya mencapai jutaan rupiah, ada juga yang harganya hanya puluhan ribu rupiah. Tetapi harga bukanlah segalanya, yang terpenting semua orang dapat menikmati pergantian tahun dengan keindahan kembang api. Hal lain yang sangat berhubungan erat dengan perayaan malam tahun baru yaitu terompet. Terompet ditiup oleh banyak orang, tak memandang umur. Dari anak kecil sampai orang dewasa semua senang meniup terompet. Pada malam tahun baru banyak pula digelar konser di beberapa kota di Indonesia. Ada yang off air, ada juga yang on air dan disiarkan langsung oleh Televisi. Beberapa artis ibukota turut memeriahkan konser-konser tersebut.

         Dari kebiasaan merayakan tahun baru oleh beberapa bangsa yang disebutkan di atas kita melihat bahwa tahun baru dirayakan dengan kebiasaan atau tradisi bangsa-bangsa yang sudah berjalan secara turun-temurun. Kebiasaan-kebiasaan perayaan tersebut akan menjadi tahun baru menjadi bermakna dan sesuai dengan standart tardisi yang sudah berlaku dan itu akan dilaksanakan secara berulang-ulang setiap pergantian tahun. Bagaimana dengan orang-orang Kristen dalam menyambut dan merayakan tahun baru? Hal ini akan kita lihat dari sudut spiritualitas tahun baru.

  • Tahun Baru: Kronos dan Kairos?

              Setiap tahun baru di mana orang-orang percaya mengimani tahun baru adalah waktu Tuhan yang dianugerahkan kepada semua mahluk. Tuhan adalah pencipta waktu dan pemelihara waktu. Dalam Alkitab, ada 2 buah kata yang dipakai untuk mengartikan waktu. Kedua kata itu adalah kronos dan kairos. Kronos adalah waktu yang berjalan dari suatu saat ke saat yang lain secara rutin atau dengan kata lain kronos adalah waktu yang biasa, yang selalu ada. Kronos menunjukan jangka waktu tertentu, entah itu waktu yang singkat (sekejap mata, Luk 4:5) atau waktu yang lama (Luk 8:27; 20:9). Dengan demikian kita mengerti bahwa kata Yunani kronos dipakai berhubungan dengan jam, bulan, dan tahun. Jadi kronos adalah siklus waktu yang biasa. Sebagai contoh yang sederhana, saat di mana kita setiap hari bangun pagi, sarapan, pergi sekolah, kuliah atau bekerja. Kita bisa menyebutnya dengan kebiasaan. Semuanya dapat terulang. Kalau telat bangun pagi dan terlambat pergi ke kantor, besok kita bisa berusaha untuk bangun lebih pagi lagi. Kalau masak nasi kebanyakan air, kita bisa memasak kembali esok hari. Pemahaman waktu dengan kronos ini adalah pemahaman waktu dalam bentuk circle (melingkar) yang berulang-ulang, jam yang berulang, hari, bulan dan tahun. Dalam pengertian waktu sebagai kronos, maka tahun baru cenderung dihayati dan dipahami oleh manusia sebagai waktu yang berulang dan diisi dengan tradisi atau kebiasaan yang berlaku di kalangan bangsa atau etnik sebagaimana diuraikan  di atas. Akibatnya unsur rohani atau spiritualitas tahun baru menjadi hilang ditelan oleh tradisi atau kebiasaan yang ada.

         Pemahaman waktu yang kedua adalah kairos. Kairos adalah momen atau kesempatan khusus yang  dianugerahkan oleh Tuhan  kepada kita.  Kairos  lebih menekankan kepada kejadian yang mungkin hanya terjadi sekali dalam hidup. Kita bisa sebut ini dengan kesempatan. Kalau waktu itu sudah lewat, tidak akan kembali lagi (Roma 5:6). Karena itu boleh dikatakan bahwa kairos adalah waktu linear yaitu waktu yang berjalan lurus dari titik awal hingga titik akhir. Orang yang bijaksana adalah orang yang bisa menemukan ‘kairos’ dalam kehidupannya dan mengerti kehendak Tuhan melalui kesempatan yang Tuhan berikan. Di dalam Alkitab, ada beberapa nasehat yang di berikan Rasul Paulus kepada kita. Salah satunya terdapat di Korintus 6:2 yang berbunyi “Sebab Allah berfirman: “Pada waktu Aku berkenan, Aku akan mendengarkan engkau. Lain halnya yang terdapat pada Efesus 5:16 yang berisi “Dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari- hari ini adalah jahat.”  Yang terakhir, nasehat Rasul Paulus yang terdapat pada Kolose 4:5 yang berbunyi “Hiduplah dengan penuh hikmat terhadap orang-orang luar, pergunakanlah waktu yang ada.”  Galatia 6:10: “Karena itu, selama masih ada kesempatan bagi kita, marilah kita berbuat baik kepada semua orang, tetapi terutama kepada kawan-kawan kita seiman – artinya, kalau kesempatan tidak digunakan, maka waktu (kairos) akan hilang. Kalau kita tidak cermat kita akan kehilangan kesempatan.

              Demikian jugalah kita memaknai Tahun yang baru 2024. Tahun 2024 adalah kairos Tuhan, di mana kita mengimaninya  sebagai pemberian Tuhan. Betapa berharganya tahun baru ini bagi kita untuk kita jalani dan isi dengan perbuatan yang positif, tindakan-tindakan kasih yang melayani sesama dan persekutuan yang indah dengan Tuhan. Karena tahun 2024 adalah momen atau kesempatan yang diberikan oleh Tuhan yang terjadi hanya sekali untuk selama-lamanya (artinya tidak akan ada tahun 2024 terjadi dua kali), maka mari kita jalani tahun 2024 bersama dengan Tuhan.

  • Hidup Baru Di Tahun Baru

          Momen tahun baru yang dipahami oleh orang-orang percaya sebagai waktu (kairos) Tuhan, akan mendorong orang-orang percaya untuk berjumpa dengan Tuhan. Tuhan sebagai sumber waktu adalah Tuhan sebagai sumber hidup yang memuaskan orang-orang yang dahaga. Di dunia ini manusia cenderung untuk memuaskan jiwanya dengan mengumpulkan harta atau mammon, mencari jabatan atau kuasa dan popolaritas. Tetapi banyak orang-orang berdosa mencari pemuasan jiwa di dunia ini, dan nyatanya dia akan menjadi kecewa. Perilaku  banyak orang yang cenderung memanfaatkan momen tahun baru untuk hura-hura dan makan-minum untuk memuaskan jiwanya sering terasa hampa. Kesenangan yang dinikmati hanya sesaat. Perilaku yang cenderung hedonisme tentu akan mengakibatkan sesuatu yang hilang dalam dirinya, sebab orang yang berada di luar Tuhan akan kecewa dengan hal-hal yang ditawarkan oleh dunia ini. Oleh sebab itu jiwa yang dahaga hanya bisa dipuaskan oleh Yesus. Dialah air hidup sebagaimana Dia berkata: “Barangsiapa minum air ini, ia akan haus lagi, tetapi barangsiapa minum air yang akan kuberikan kepadanya, ia tidak akan haus untuk selama-lamanya.” (Yoh.4:13-14). “Barangsiapa haus, baiklah ia datang kepada-Ku dan minum.” (Yoh.7:37).

              Orang yang menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat, Dia akan memperoleh kebaruan dalam hidupnya.Yang tadinya dia orang-orang berdosa dan yang disebut sebagai “anak yang hilang” tetapi setelah menerima Yesus sebagai air hidup dia memperoleh kepenuhan hidup dan kebaruan hidup. Pemahaman ini didasarkan kepada apa yang disampaikan oleh Rasul Paulus dalam 2 Korintus 5:17: “Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang.”  Kebaruan hidup hanya kita peroleh dalam Kristus.

              Istilah “ciptaan baru” adalah terjemahan dari istilah Yunani “kainê ktisis.” Istilah ini hanya ditemukan dalam surat-surat Rasul Paulus, yaitu dalam 2 Korintus 5:17 dan Galatia 6:15. Meski demikian, istilah “ciptaan baru” bukanlah istilah yang pertama kali digunakan oleh Rasul Paulus. Mengenai pemilihan kata tersebut, Paulus menggunakan kata “kainê” dalam Bahasa Yunani. Kata kainê ini adalah kata sifat yang berasal dari kata kainos. Dalam Bahasa Yunani, ada dua kata yang diterjemahkan “baru,” yaitu kata neos dan kainos. Neos berbicara tentang “baru berdasarkan waktu,” tanpa waktu, tidak ada neos. Sesuatu yang sudah tua atau berasal dari masa lalu tidaklah mungkin diubah menjadi neos lagi. Misalkan, jika kita punya mobil tua dan kita mengecatnya kembali dengan warna baru serta membersihkannya hingga kelihatan baru, maka sesungguhnya mobil itu bukanlah mobil neos, sebab secara usia, mobil itu tetaplah mobil tua. Jadi, tidak ada sesuatu yang lama yang dapat di-neos-kan. Berbeda dengan neos, kata kainos, yang digunakan oleh Paulus untuk menyebut “ciptaan baru”, berbicara tentang  “baru berdasarkan kualitas.” Artinya, perubahan atau pembaruan yang dibicarakan Paulus bukanlah dengan jalan mengganti total diri kita, melainkan lebih tepat diartikan membersihkan jiwa kita hingga karakter kita diubahkan menjadi karakter yang baru. Dengan demikian, menjadi “ciptaan baru” bukanlah berbicara tentang sesuatu yang akan datang. Menjadi “ciptaan baru” bukanlah mengenakan tubuh yang baru, melainkan tetap dengan tubuh kita sekarang. Hanya saja, jiwa kita dan karakter kita benar-benar baru. Untuk menjadi “ciptaan baru,” pertama-tama kita harus ada “di dalam Kristus.” Inilah kunci pemikiran Paulus. Dalam surat-suratnya, Paulus berkali-kali menekankan frase “di dalam Kristus” (en Khristos). Sebab, bagi Paulus, perubahan hidup menjadi hidup yang benar-benar kainos, tidaklah mungkin terjadi jika kita berada “di luar Kristus.” Sebaliknya, orang yang ada “di dalam Kristus,” dengan sendirinya akan terus-menerus dituntut untuk mengalami peng-kainos-an hidup.

           Dalam konteks tahun baru banyak orang-orang Kristen yang ingin memperbaharui kehidupannya, ada yang bertekad mulai tahun yang baru hidupnya akan berubah. Dia berjanji tidak akan mengulangi tindakan dan perbuatan yang buruk seperti di tahun-tahun sebelumnya. Sebaliknya dia mau memperbaharui hidupnya untuk memperoleh ketenangan jiwa dengan memanfaatkan momen tahun baru. Apakah efektif pergantian tahun bisa membaharui hidup seseorang? Bisa saja di awal tahun ada sikap dan tekad untuk berubah, namun dalam kenyataannya sering gagal, dan kembali lagi kepada kehidupan lama. Karena itu menyambut Kristus dan hidup dalam Kristus adalah langkah yang efektif untuk membaharui kehidupan. Oleh karena itu dalam momen tahun baru ini kebaruan hidup terjadi jika kita menerima Kristus dan tinggal di dalam Kristus. Di luar Kristus pembaruan hidup tidak akan mungkin terjadi.

Kesimpulan

              Dalam sukacita Tahun Baru 2024 ini kita mengharapkan adanya nuansa baru, semangat baru, etos kerja baru  terutama kebaruan dalam hidup kita sebagai umat percaya. Kita merindukan dalam Tahun Baru ini ada pembaruan dalam spiritualitas kita yang didasarkan kepada karya Allah dalam Kristus Yesus. Dengan dasar itu kita sambut tahun 2024 ini sebagai waktu kairos yang diberikan oleh Tuhan. Tahun Baru ini adalah istimewa, spesifik dan merupakan tahun anugerah yang terjadi sekali dalam sejarah dan tidak akan kembali lagi. Sesuai dengan Renstra GKPI Tahun 2024 adalah Menuju Gereja Yang Ceria dan Ramah. Karena itu momen tahun 2024 harus kita manfaatkan dengan baik bagaimana gereja kita melayani dengan ceria dan ramah untuk semua orang, termasuk kaum difabel, lansia, anak-anak, dsb.

              Akhirnya pembaruan hidup akan kita nikmati ketika kita tetap hidup dalam Kristus. Dalam hal ini hidup kita harus berpusat kepada Kristus (kristosentris) dan terus terhubung (connected) kepada Kristus. Ajakan ini sangat penting sebab kita sadar akan adanya tantangan dari kuasa dunia, iblis dan keinginan daging kita. Kita percaya dengan kuasa Kristus kita akan mampu menghadapi kuasa-kuasa itu sehingga kita akan tetap merasakan hidup berkemenangan. Kesetiaan hidup dalam Kristus akan memampukan kita menjadi agen-agen perubahan dan pambaruan di tahun 2024 ini. Dengan demikian tahun 2024 ini menjadi bermakna bagi kita. Selamat Tahun Baru !

Categories: Artikel

0 Comments

Leave a Reply

Avatar placeholder

Your email address will not be published. Required fields are marked *