Oleh : Ery Simanjutak

“Tiur.. ”

“Sudah tidur kah kau, Nak ?” “Ada apa, Mak?”

“Jangan lupa besok setelah kau bangun kau masak nasi dan ikan gurame yang sisa kemarin, ya.      “

“Mamak lupa yaa.. kan kayu api kita tinggal sedikit lagi, mungkin nggak cukup”

“Masaklah dengan kayu api seadanya saja, Nak   

Bangun pagi ini kulipat tanganku, berdoa dan menyerahkan kehidupanku ke Sang Pencipta.

Kutinggal suami yang masih nyenyak tidur mendengkur, lalu aku menuju dapur. Kulihat anakku Tiur sedang menyuapkan adiknya duduk besila di tikar. Aku duduk di sampir Tiur, sambil menyisir rambutnya dengan tanganku.

Aku berkata dalam hatiku, “Ya Tuhan jagalah anakku ini, peliharalah hidup kami dengan segala kekurangan kami ”

Seperginya anakku sekolah, kusiapkan tali, pisau parangku. Aku bersiap siap hendak ke hutan, mencari kayu untuk masak selagi belum panas. Aku berjalan di ketinggian, kusibakkan lalang-lalang tinggi yang menghalangi jalanku…

Sedapatku kuikat kayu dan setelah itu kubuka rantang makan yang disiapkan Tiur tadi pagi. Habis sudah nasi Aku pun mulai turun ke bawah, memasuki kampung

kembali ke rumah. Aku masih harus ke sawah, waktunya mencabut rumput di sela- sela tanaman padi.

Masuk ke rumah, kulihat kamar Bapak si Tiur masih tidur dengan nyenyaknya dan kubiarkan. Usai kusiapkan piring makan untuknya, aku pun turun ke sawah. Tapi, masih ada yang belum kukerjakan… Aku harus memberi makan ikan mas yang sudah mulai membesar, dan terbayang panen mendatang berapa yang kudapatkan dari penjualan ikan mas ini untuk makan kami sehari-hari.

Hampir sore, aku kembali ke rumah melewati lapo warung, tempat berkumpulnya Bapak Si Tiur dan kawan-kawannya… Main catur… Minum tuak Semua

dipercakapkan, baik politik, soal presiden, sampai penyanyi dangdut yang memiliki bodi aduhai…

Kuteruskan langkahku tanpa menoleh… Masuk ke rumah, kudapatkan anakku Tiur sedang mencuci beras dan hendak memasak sayur untuk makan kami.

Setelah mandi di sumur, kuganti bajuku, kupoles mukaku dengan bedak dingin… Mukaku yang kering karena teriknya matahari. Setelah itu, kudapatkan anakku Tiur dan adiknya Sihol yang sedang duduk belajar di tikar… Hilang lelahku… Hilang penatkku…

Tak ada waktuku untuk merawat wajahku.. Tak ada waktuku untuk berjalan-jalan kesana kemari… Tapi duduk bersama dengan kedua anakku  merupakan  waktu yang paling berharga… Anakku adalah hartaku… Tugasku membesarkannya dan tugasku menghantarkannya sampai ke perguruan  tinggi, seperti  anak  Mamaknya Si Robin yang sekolah tinggi dan sudah selesai dari Bandung dengan beasiswa.

Beberapa tahun kemudian anak perempuanku Tiur sudah menjadi dokter dengan beasiswa. Menyerahkan hidupnya buat kampung halamannya…

Perempuan di kampung kami masih tetap seperti dulu. Bangun pagi menyiapkan sarapan untuk keluarga. Selepas itu, naik ke gunung mencari soban (kayu api) untuk memasak dan turun ke sawah.

Lupa lipstik …lupa bedak… Sesekali memoles muka dengan bedak dingin dan tak mengenal apa itu jamu sehat perempuan.

Serangan HIV

Sekarang di kampungku, banyak bermunculan kafe musik dan perempuan- perempuan pendatang bahkan perempuan asal Tanah Batak juga… Angka HIV pun tinggi di kampungku. Anakku, Tiur, tak tega melihat keadaan ini. Bersama remaja- remaja kampung yang dididik, serta berkat bantuan teman, berupaya untuk mencegah menularnya HIV.

Saudara yang mengirimkan jarum suntik baru untuk mengganti jarum suntik bekas yang pengguna tancapkan di pohon pisang di malam hari. Setidakmya dapat membantu mengurangi penularan HIV.

Bersyukur pendidikan menjadi penting di kala kita tidak pernah merasa puas atas apa yang kita dapatkan. Meskipun kesempatan serta kepemilikannya tidak dimiliki anakku Tiur.

Dia adalah sosok perempuan Batak yang kerap membuat orang terperanjat. Tidak ada yang mempublikasikan tentang dirinya bertekad mengisi kehidupan untuk membantu kampungnya memberikan pengertian bahayanya HIV dan narkoba.

Meskipun gerak langkahnya di cerca dan benturan silih berganti… Tetapi Tiur adalah boruku (anak perempuanku) yang cerdas, mandiri dan sudah terbiasa diterpa berbagai masalah… dan Tiur tetap tegar berani menatap ke depan…

Aku bangga denganmu, Nak… Tiur..

***

Categories: Artiel

0 Comments

Leave a Reply

Avatar placeholder

Your email address will not be published. Required fields are marked *