2 Timotius 3:1-2

Oleh: Pnt. Drs. Beltasar Pakpahan, GKPI Padang Bulan – Medan

“Ketahuilah bahwa pada hari-hari terakhir akan datang masa yang sukar. Manusia akan mencintai dirinya sendiri dan menjadi hamba uang. Mereka akan membual dan menyombongkan diri, mereka akan menjadi pemfitnah, mereka akan berontak terhadap orang tua dan tidak tahu berterima kasih, tidak mempedulikan agama” (2 Timotius 3:1-2).

*****************

Dalam Kejadian 40 ada dikisahkan tentang Yusuf dan seorang kepala juru minuman Firaun yang sama-sama dipenjara. Yusuf menafsirkan mimpi kepala juru minuman tersebut atas pertolongan Tuhan dan menguatkannya. Kemudian Yusuf meminta kepadanya untuk tidak melupakan Yusuf apabila ia sudah dipulihkan kembali ke posisinya semula sebagai kepala juru minuman Firaun. Yusuf yakin bahwa ia telah memiliki seorang sahabat di istana yang akan berbicara kepada Firaun, dan menjelaskan kepadanya bahwa ia tidak bersalah.

Namun setelah kepala juru minuman itu dikembalikan Firaun ke jabatannya, hari demi hari, minggu demi minggu, bulan demi bulan, tahun demi tahun, ia justru melupakan Yusuf. Hal ini kita ketahui dengan jelas dari apa yang tertulis dalam Kejadian 40:23 – “Tetapi Yusuf tidaklah diingat oleh kepala juru minuman itu, melainkan dilupakannya”. Kepala juru minuman itu adalah orang yang tidak tahu berterimakasih. Ini adalah karakteristik manusia yang terus meningkat pada hari-hari yang jahat ini.

Tidak tahu berterima kasih, salah satu  karakter yang ditekankan Rasul Paulus dalam suratnya yang terakhir kepada Timotius dalam nas ini, sudah menjadi ciri dari banyak orang pada generasi sekarang ini. Tiga ranah utama di mana hal itu sering terjadi adalah sebagai berikut:

1. Banyak orang tidak tahu berterimakasih kepada sahabat dan orang yang pernah berbuat baik kepadanya

Kita mengingat hal yang menyakitkan yang dilakukan orang lain kepada kita, namun betapa sedikit dari antara kita yang berterimakasih kepada orang yang menolong kita dan kepada orang yang  pernah berbuat baik kepada kita. Orang Batak pasti tidak asing lagi dengan filosofi “pajumpang di tano rara”. Artinya rasa benci karena perbuatan seseorang tidak akan pernah padam dan orang tersebut  tidak akan dimaafkan atau diampuni sampai mati. Namun disayangkan, hal yang seperti ini tidak dijumpai untuk perbuatan baik orang lain, atau untuk pertolongan sahabat kepada kita.

Diceritakan dalam 1 Samuel 20 bagaimana Yonatan menyelamatkan sahabatnya Daud dari ancaman pembunuhan yang dirancangkan ayahnya, Saul.  Bertahun-tahun kemudian, Daud tetap mengingat dan berterima kasih kepada sahabatnya itu.  Setelah Saul dan Yonatan mati, Daud yang sudah menjadi raja memulihkan semua harta Yonatan dan ayahnya, Saul, kepada anak Yonatan/cucu Saul, yaitu Mefiboset. Inilah contoh yang perlu kita teladani bagaimana kita tidak lupa untuk berterima kasih kepada sahabat kita atau orang yang pernah berbuat baik kepada kita, bahkan sekalipun orang tersebut sudah pergi meninggalkan dunia ini.

2. Banyak orang tidak tahu berterimakasih kepada orangtua mereka.

Alkitab berkata, “Hormatilah ayahmu dan ibumu”. Ini dikatakan dua kali dalam Perjanjian Lama (Kel. 20:12; Ul. 5:16) dan enam kali dalam Perjanjian Baru (Mat. 15:4; 19:19; Mar. 7:10; 10:19; Luk. 18:20; Efesus 6:2). Perintah ini diberikan tanpa syarat atau unconditional. Tidak dikatakan, “Hormatilah ayahmu dan ibumu jika mereka baik kepadamu; jika mereka selalu mengabulkan keinginanmu; jika mereka tidak pernah marah kepadamu; jika mereka adalah ayah dan ibu kandungmu; dsb.”. Kita diperintahkan untuk menghormati ayah dan ibu kita tanpa syarat atau embel-embel lain.

Betapa hari-hari belakangan ini menjadi saksi atas banyaknya orang yang tidak menghormati orangtuanya. Banyak orang lebih menurutkan kemauannya sendiri ketimbang menerima ajaran dan nasehat orangtuanya karena menganggap orangtuanya bersikap terlalu keras, terlalu mengekang, terlalu menggurui, atau ketinggalan zaman. Setelah orangtuanya lansia, tidak sedikit orang belakangan ini yang tega menelantarkan mereka hingga menjadi gelandangan karena takut orangtuanya itu menjadi beban atau tanggungannya. Bahkan yang lebih miris lagi, ada orang yang membunuh orangtuanya hanya karena kemauan atau permintaannya tidak diberikan atau dikabulkan orangtuanya.

Yonatan tetap menghormati ayahnya, Saul, meskipun ia tahu niat jahat ayahnya terhadap sahabatnya, Daud. Rut tetap menghormati dan tidak mau berpisah jalan dari mertuanya, Naomi, meskipun tidak ada lagi yang mempertautkan keduanya. Betapa Musa menghargai dan menghormati semua nasehat mertuanya, Yitro, yang menjadi bekal yang sangat berharga baginya untuk memimpin bangsa Israel dari Mesir hingga mendekati tanah Kanaan.

3. Banyak orang tidak tahu berterimakasih kepada Tuhan.

Yesus pernah menyembuhkan sepuluh orang kusta dan mengutus mereka kepada para imam untuk menyatakan bahwa mereka telah bersih. Namun hanya satu dari antara mereka yang kembali untuk berterima kasih kepada Yesus. Juruselamat berkata, “Bukankah kesepuluh orang tadi semuanya telah menjadi tahir? Di manakah yang sembilan orang itu? Tidak adakah di antara mereka yang kembali untuk memuliakan Allah selain dari pada orang asing ini?” (Lukas 17:17-18).

Kita sering lupa berterima kasih atau mengucap syukur kepada Tuhan atas berkat-berkat yang telah Ia berikan kepada kita. Pada hal Rasul Paulus sudah menasehatkan kita agar “Mengucap syukurlah dalam segala hal” (1 Tes. 5:18). Lebih lanjut, Rasul Paulus juga mengingatkan kita, apa dampaknya apabila kita mengenal Allah tetapi tidak memuliakan Dia dengan bersyukur kepada-Nya . Bagi orang-orang yang mengenal Allah tetapi tidak memuliakan Dia, Rasul Paulus mengatakan “…maka Allah menyerahkan mereka kepada pikiran-pikiran yang terkutuk, sehingga mereka melakukan apa yang tidak pantas: penuh dengan rupa-rupa kelaliman, kejahatan, keserakahan dan kebusukan, penuh dengan dengki, pembunuhan, perselisihan, tipu muslihat dan kefasikan” (Roma 1:28-29).

Pemberian terbesar Allah kepada kita adalah Anak-Nya Yang Tunggal, Yesus Kristus. Rasul Paulus tidak mampu melukiskan betapa besarnya karunia ini. Ia hanya dapat berkata, “Syukur kepada Allah karena karunia-Nya yang tak terkatakan itu!” (2 Kor. 9:15). Mari kita bertanya kepada diri kita sendiri, “apakah kita mengasihi Kristus?” Jika ya, kita harus mengucap syukur kepada Allah karena Anak-Nya, tidak peduli apapun masalah, pergumulan, kesulitan dan pencobaan yang menghampiri kita.

Ayat Renungan

“Dan segala sesuatu yang kamu lakukan dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah semuanya itu dalam nama Tuhan Yesus, sambil mengucap syukur oleh Dia kepada Allah, Bapa kita” (Kol. 3:17).

Categories: Artikel

0 Comments

Leave a Reply

Avatar placeholder

Your email address will not be published. Required fields are marked *