Hari                   : Kamis, 09 Mei  2024 (Kenaikan Yesus)

Epistel              : Mazmur 47:6-10

  1. Pendahuluan

Sebagai umat Allah, sudah selayaknya kita beribadah dan menyembah Dia dengan sepenuh hati. Amat disayangkan, ibadah zaman sekarang dipenuhi oleh hiburan demi kesenangan umat semata, dan bukan dipenuhi oleh penghormatan demi kemuliaan Tuhan. Berbeda sekali dengan cara pemazmur mengajak umat Allah beribadah. Mazmur ini, baik dalam konteks nas maupun dalam konteks historisnya, dilatarbelakangi oleh suatu peristiwa penting yang telah dialami oleh bangsa Israel. Peristiwa penting dimaksud adalah kemenangan besar yang didapatkan oleh bangsa Israel atas musuh-musuh mereka, yaitu bangsa-bangsa lain yang sebenarnya jauh lebih besar dan lebih kuat daripada mereka. Bangsa Israel pun menyadari hal ini, sehingga mereka mengakui bahwa kemenangan atas bangsa-bangsa lain itu diperoleh hanya karena pertolongan Tuhan semata, bahkan mereka menegaskan bahwa peperangan yang berakhir dengan kemenangan atas bangsa-bangsa lain yang jauh lebih kuat itu sesungguhnya dilakukan oleh Tuhan Allah sendiri yang telah mendengar keluh kesah dan telah memperhatikan kesengsaraan mereka, sehingga Tuhan Allah itu datang sendiri menaklukkan musuh-musuh mereka.

  1. Penjelasan Nats

Pasal ini merupakan sebuah nyanyian pujian yang mengangkat Allah sebagai Raja yang agung dan kuasa di atas seluruh bumi. Ini adalah panggilan untuk memuliakan Allah dengan sorak sorai dan nyanyian, serta mempersembahkan mazmur kepada-Nya sebagai tanda penghargaan dan hormat. Ayat 6 menggambarkan gambaran Allah naik dengan sorak sorai dan bunyi sangkakala. Ini menciptakan citra kemenangan dan keagungan-Nya di atas segala sesuatu. Kedengaran sorak sorai dan bunyi sangkakala yang disebutkan dapat diartikan sebagai simbol dari pujian dan perayaan yang terjadi ketika Allah mengendalikan dan memerintah. Ayat 7 mengulangi panggilan untuk menyanyikan mazmur kepada Allah, menegaskan lagi betapa pentingnya memuliakan-Nya melalui lagu-lagu pujian. Dalam konteks ini, “Raja kita” merujuk kepada Allah sebagai Raja yang memerintah atas segala sesuatu, bukan hanya bangsa Israel. Ayat 8-9 menjelaskan bahwa Allah adalah Raja atas seluruh bumi dan bangsa-bangsa. Hal ini menunjukkan universalitas kedaulatan-Nya dan bukan hanya terbatas pada satu kelompok atau bangsa tertentu. Allah duduk di atas takhta-Nya yang kudus, menggambarkan tempat keagungan dan kuasa-Nya. Ayat 10 menunjukkan bahwa pemimpin-pemimpin bangsa-bangsa berkumpul, seperti umat Allah Abraham, untuk mengakui Allah sebagai Raja yang melindungi dan memelihara bumi. Allah dianggap sebagai perisai bagi bumi, yang menyiratkan perlindungan-Nya terhadap dunia dan keadilan-Nya.

Di Mazmur 47, dalam teks renungan kita pada hari ini, pemazmur mengajak segenap umat Tuhan untuk melantunkan puji-pujian dan sorak-sorai bagi Tuhan Allah yang telah turun dari Surga untuk menolong dan melindungi mereka (Mzm. 46), dan sekarang Tuhan Allah itu kembali naik ke Surga (ay.6), menuju tahta kerajaan-Nya yang kudus (ay.9). Pemazmur mengajak seluruh umat Tuhan, bahkan mengajak segala bangsa (ay.2) yang telah mengalami pertolongan dan perlindungan-Nya untuk bermazmur sekaligus mengakui kekuasaan Allah sebagai Raja yang sesungguhnya, Raja yang tidak hanya memerintah atas bangsa Israel tetapi juga memerintah atas bangsa-bangsa lain, Raja yang besar atas seluruh bumi (ay.3), Raja yang sangat dimuliakan (ay.10). Apa artinya, yaitu bahwa tidak ada alasan untuk tidak memuji Tuhan, tidak ada alasan untuk tidak mengakui kekuasaan Tuhan, dan tidak ada alasan untuk tidak menerima Dia sebagai penolong, pelindung, dan penguasa mutlak dalam kehidupan manusia.

Manusia, orang Kristen, termasuk kita semua yang hadir dalam kebaktian pagi ini, akan sulit mengekspresikan pujian dan pengakuan akan kekuasaan Allah, apabila kita menganggap Allah belum pernah atau jarang menolong dan melindungi kita, apabila kita menganggap kehidupan ini dapat dijalani karena kekuatan atau kemampuan kita sendiri, atau apabila kita cenderung melihat lebih pada kegagalan atau kekurangan yang kita miliki dan abai terhadap kelebihan atau keberhasilan yang pernah kita alami.  Orang-orang yang selalu menghayati kehidupan berimannya dengan benar, akan mampu melihat, mengakui, dan menjalani hari-harinya dengan penuh sukacita, bahkan dalam masalah dan tantangan besar sekalipun, dia masih mampu melihat bahwa kuasa Tuhan jauh melebihi masalah dan tantangan dimaksud, dia mampu melihat bahwa pertolongan dan perlindungan Tuhan jauh melebihi kelemahan/kekurangan dan kegagalan yang dialami, dan keselamatan yang dari Tuhan jauh melebihi kesulitan dan ancaman dalam kehidupan ini. Berangkat dari perenungan itu, kita mampu bermazmur, memuji, dan bersorak-sorai bagi Tuhan, baik ketika kita berada dalam gereja ini, maupun ketika kita kembali menjalani kehidupan kita sehari-hari.

Namun, tidak bisa dipungkiri, bahwa banyak orang yang memuji dan mengakui Tuhan dengan bibirnya ketika mengikuti kebaktian, tetapi seringkali absen dalam merealisasikan pujian dan pengakuan itu dalam kehidupan sehari-hari, karena lebih mengandalkan kekuatan, kemampuan, kekayaan, pendidikan, jabatan, dan pengaruhnya untuk kepentingan diri sendiri, seolah-olah Tuhan tidak sedang mengamatinya, seolah-olah Tuhan tidak berkuasa dalam kehidupannya, padahal sesungguhnya Tuhanlah Penguasa mutlak, Penolong, Pelindung, dan Sumber keselamatan bagi kita. Ada orang Kristen yang tampil, tersenyum, dan bertutur kata sebagai anak-anak Tuhan ketika berada di dalam gereja, tetapi seringkali mengalami kesulitan untuk tampil, tersenyum, bertutur kata, bergaul, dan bertingkah laku sebagai anak-anak Tuhan di tempat kerja, di perjalanan, di warung-warung, di tempat tinggal (rumah atau kos-kosan), di sekolah/kampus, dan di tempat-tempat tertentu. Mengapa? Banyak faktornya, salah satunya adalah ketidakmampuan kita dalam mengalami dan menghayati pertolongan, perlindungan, dan keselamatan dari Tuhan, ketidakmampuan kita untuk mengakui kekuasaan Tuhan dalam seluruh keberadaan hidup kita.

Persoalan lain yang bisa muncul sehubungan dengan teks renungan kita pada hari ini adalah tentang cara kita memuji Tuhan. Dalam faktanya, ada orang/gereja yang memuji Tuhan dengan cara yang cukup ramai (bertepuk tangan, segala jenis alat musik, bersorak sorai, dll), ada juga yang memuji Tuhan dengan cara yang lebih tenang (dengan mengandalkan KJ, BZ, dan sejenisnya). Banyak orang berdebat bahkan saling menghakimi hanya karena cara memuji Tuhan yang berbeda itu, padahal Tuhan sendiri tidak pernah mempermasalahkannya. Sesungguhnya, setiap orang bebas memuji Tuhan menurut penghayatan dan pengalaman imannya dengan Tuhan, sebab Tuhan sendiri pernah mengecam cara beribadah bangsa Israel (pada zaman nabi-nabi) karena cara beribadah mereka itu tidak diikuti dengan tingkah laku yang baik dalam kehidupan sehari-hari.

Memuji dan memuliakan Tuhan berarti mensyukuri kehidupan yang dijalani sebagai anugerah Tuhan; mengakui Tuhan sebagai Raja berarti menjalani kehidupan dalam takut akan Tuhan, mencintai Dia dengan segenap hati dan akal budi kita. Hanya orang-orang yang seperti inilah yang mampu memuji dan memuliakan Tuhan sebagai Raja dan Sumber keselamatan.

  1. Renungan

Ketika kita memuji Tuhan dengan sungguh-sungguh dan dengan sikap hati yang benar Tuhan menyatakan hadirat-Nya di tengah-tengah kita, bahkan Ia sendiri bertakhta di puji-pujian kita.  Untuk menghormati hadirat Tuhan, selain memuji Dia, kita juga harus menyembahNya.  Penyembahan adalah ungkapan penghormatan atas kebesaran, keagungan dan kekudusan Tuhan.  Karena itu kita harus menghormati hadirat Tuhan dengan menyembah-Nya, bukan hanya lewat kata-kata saja, tetapi bisa juga melalui sikap bersujud, bertelut, tersungkur, mengangkat tangan dan sebagainya sebagai tanda merendahkan diri dan ketidaklayakan kita di hadapan Tuhan, karena Dia adalah  “…Allah yang besar, dan Raja yang besar mengatasi segala allah”  (Mzm. 95:3). Janganlah memuji dan menyembah Tuhan karena kebiasaan, apalagi jika kita tidak hidup dalam kebenaran;  niscaya Tuhan tidak akan pernah berkenan kepada puji-pujian kita! Berbagahagialah kita semua yang telah menerima Yesus sebagai Tuhan dan Raja kehidupan kita. Terima dan laksanakanlah ajaran-Nya dalam setiap langkah kehidupan kita, Dia telah mempersiapkan tempat bagi kita semua dalam Kerajaan Allah Bapa di surga. Karena itu, bertepuk tangan dan eluk-elukkanlah Tuhan sepanjang hidup kita. Marilah kita menyembah-Nya dengan yang benar. Beribadah kepada-Nya dengan penuh hormat dan takut akan Dia, karena Dialah Raja di atas segala raja, Tuhan kita.  Amin!

  1. Diskusi
  2. Bagaimanakah dengan kita? Adakah kita juga menyadari bahwa Allah kita adalah Allah yang besar dan luar biasa? Adakah kita mengamini bahwa Ia adalah Raja di atas segala raja? Jika iya, lalu bagaimana dengan ibadah kita terhadap-Nya? Masih adakah antusiasme dan sukacita ketika kita menghadap hadirat-Nya dan menyembah Dia? Atau justru ibadah kita beribadah dipenuhi kesenangan dan hiburan belaka?
  3. Tuhan telah turun menolong dan menyatakan diriNya untuk keselamatan umatNya. Apakah yang patut dilakukan oleh umat Tuhan dalam merespon perbuatanNya yang demikian? Ajak jemaat untuk melihat lebih dalam kehidupan mereka, bagaimana sikap kita merespon kebaikan Tuhan selama ini?                           

(Pdt. Tiar Mauli Sinmbela)

Categories: Epistel

0 Comments

Leave a Reply

Avatar placeholder

Your email address will not be published. Required fields are marked *