Jumat Agung, 29 maret 2024

Epistel: Mazmur 22 : 1 -6

Pendahuluan

Kitab Mazmur dalam bahasa Ibrani disebut  Mizmor (yang artinya nyanyian yang dimainkan dengan alat musik) serta dalam kitab Yahudi disebut Tehilim (kitab puji-pujian) yang artinya nyanyian pujian. Terkandung banyak makna dalam kitab Mazmur yang boleh kita lihat: baik historisnya, filosofisnya, teologisnya dan secara khusus memaknai Mazmur Mesias ini sebagai nubuat yang tergenapi di dalam Yesus. Kitab Mazmur dapat digolongkan atas tiga kategori umum: Pujian, Ratapan dan Hikmat – dengan sejumlah kategori tambahan juga. Kitab Mazmur ini merupakan Mazmur Ratapan, sebab merupakan salah satu Mazmur Daud yang penuh dengan rasa penderitaan dan kesepian, tetapi juga mengandung harapan akan pertolongan dan penyelamatan dari Allah.

Penjelasan Nats

Nats ini menunjukkan keadaan penderitaan dan kesepian Daud. Daud merasa seolah-olah Allah telah meninggalkan dirinya dan tidak menjawab seruannya. Meskipun Daud merasa terabaikan, ia tetap berseru dan mencari Allah. Hal ini berakhir pada pujian dan kemenangan umat. Pertanyaan “mengapa” dengan nada kekecewaan dan kesedihan dalam penderitaan (ayat 2) dalam mazmur ini menyentuh perasaan terdalam seseorang yang ditinggalkan oleh Allah dalam menghadapi penderitaan dan penganiayaan bertubi-tubi oleh para musuh. Perasaan kehilangan harapan juga dirasakan oleh Pemazmur. Saat Daud mengalahkan Goliat, dia dielu-elukan oleh banyak orang Israel. Tetapi dia dibenci oleh Raja Saul karena rasa iri hati dan takut jika Daud akan memberontak. Di saat itulah Raja Saul selalu berusaha untuk membunuh Daud. Sehingga kita dapat melihat seperti nats kita ini, Daud merasa sendirian, merasa tidak berdaya, merasa hatinya pedih. Dia merasa bahwa Tuhan yang telah mengurapinya sekarang meninggalkannya, membiarkannya mengalami penderitaan itu. Sehingga dia berseru “Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan aku?”.

Keluhan mengenai ketidakhadiran Allah berkali-kali disela dengan pujian (ayat 4), Daud membutuhkan sandaran seperti seorang bayi yang mencari sandaran aman di dada ibunya (ay. 10-11). Perasaan seperti Daud, itu juga yang dirasakan Yesus di atas kayu salib sehingga Dia juga berseru sama seperti Daud. Penderitaan, kesakitan harus dialami-Nya seorang diri. Yesus merasa sendirian di atas kayu salib itu. Seruan “Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan aku?” (Matius 27:46) menandakan bahwa Yesus membutuhkan sandaran dari penderitaan yang dialami-Nya. Dia berseru pada waktu malam (sebelum penangkapan) ketika Dia mengalami penderitaan-Nya yang teramat dalam di Taman Getsemani, dan Dia berseru pada waktu siang di atas kayu salib. Ia telah mempersembahkan doa dan permohonan dengan ratap tangis dan keluhan, kepada Bapa yang sanggup Menyelematkan-Nya (Ibr. 5:7),  tetapi apakah benar Dia ditinggalkan sendiri? Penderitaan yang harus dialami baik oleh Daud maupun Yesus justru menunjukkan tindakan Ilahi dan kasih Allah yang sedang diwartakan dan membebaskan banyak orang. Akhirnya Daud menjadi raja Israel, serta penyaliban Yesus membawa keselamatan bagi semua orang percaya yang menunjukkan bahwa Ialah Raja yang dapat mengalahkan maut yang dapat membuka jalan baru dan hidup baru.

Mazmur 22 ini adalah buah perenungan Daud saat ia menghadapi pergumulan iman. Di satu sisi, ia mengakui bahwa Allahnya Mahakuasa. Namun, pada saat itu Allah terkesan “berdiam diri” (ayat 2). Mazmur ini menyingkapkan dengan jelas bagaimana seorang percaya berseru kepada Tuhan dalam pergumulannya: ia berseru, tetapi tetap menyadari bahwa Allah berkuasa dan akan menyelamatkannya. Maka pemazmur mengajak kita melihat pada fakta, bukan kepada fenomena. Allah adalah Penolong umat-Nya sejak saat mereka masih tidak berdaya sebagai anak. Jadi, bagaimana mungkin Ia akan meninggalkan umat-Nya? Disinilah pemazmur mendapatkan kekuatannya kembali bahwa Allah akan menolongnya demi kesetiaan-Nya. Tugas kita adalah percaya dan bersandar kepada-Nya.

Menurut Marthun Luther: Mazmur ini adalah mazmur utama penderitaan Kristus, hal ini lebih dikuatkan lagi apabila kita membandingkan susunan dan isi Mzm. 22 ini secara khusus keseluruhan dengan buah-buah salib Kristus. Mazmur ini dibuka dengan jeritan keluh-kesah dan permohonan seorang yang ditinggalkan Allah (ay. 2 dst). Jeritan ini didengarkan Allah dan sebagai buahnya pemazmur melahirkan pujian dan syukur dalam Umat disertai perjamuan bersama (ay.24-27). Dalam pengharapan kedepan, mazmur ini ditutup dengan suatu pengharapan iman bahwa semua bangsa akan mengabdi kepada-Nya, karena karya keselamatan yang telah dikerjakan-Nya bagi si pemazmur 9ay. 28-32). Mengingat semuanya ini, kita harus mengatakan bahwa mazmur ini termasuk salah satu doa yang paling kaya. Dia memberi kita suatu bahan doa yang tak ternilai dengan ketulusan dan kejujuran untuk berdoa dalam Kristus.

Refleksi

Setiap manusia tentu mengalami penderitaan, kesulitan, dan tantangan masing-masing dalam hidupnya, tetapi dari kisah Daud dan Jumat Agung ini kita meilhat beberapa hal:

  1. Mazmur 22 merupakan mazmur ratapan pribadi yang sedang mengalami kesesakan. Raja Daud percaya bahwa Tuhan (YHWH) sebagai Allah pengasih, Allah yang mendengar dan memperhatikan serta terlibat dalam kehidupan umat-Nya. Pergerakan ratapan ini dari duka ke suka, dari penghinaan ke pengangkatan, dan terus maju kepada nyanyian ucapan syukur di pasal berikutnya
  2. Ratapan Raja Daud membawa kepercayaan bahwa kemuliaan sang Ilahi menyertai dan memberi pengharapan pada setiap orang yang percaya pada-Nya.
  3. Dalam kesepiannya, kekecewaanya dan penderitaannya (Daud) ia tetap menyerukan kepada Tuhan, agar Tuhan yang menolong dan menopang agar Tuhan sajalah yang memberi kekuatan dan jalan keluar dalam penderitaanya
  4. Penderitaan Daud dengan seruan imannya mengingatkan kita akan begitu dalamnya kasih Allah kepada manusia dan dunia. Dalam hal ini kita diajak merenungi Jumat Agung, sebagaimana Yesus bersedia menempuh jalan penderitaan demi penyelamatan umat manusia (Mat. 20:28; 26:28). Yesus mati menggantikan manusia. seharusnya manusialah yang menderita, yang menanggung salib, yang menjalani kematian. Tetapi Allah karena kasih-Nya telah berprakarsa dengan pola pendekatan-Nya sendiri yang unik, spesifik, khas dan irasional (dari segi pemikiran manusiawi). Yesus melakukan itu agar manusia mengalami kembali kemanusiaannya yang baru, sebagaimana dulu ketika manusia diciptakan Alalah.
  5. Melalui Jumat Agung, manusia mengalami pembaruan secara menyeluruh. Yesus sedia merangkul penderitaan yang begitu pedih hanya karena Ia peduli dan mengasihi umat manusia. Ia taat, patuh dan setia kepada Allah Bapa-Nya, ia rela mengorbankan seluruh diri-Nya, demi pulihnya kemanusiaan yang baru. Ia mengungkapkan dan mengajarkan kepada umat manusia sikap disiplin dan ketulusan-Nya dalam perngorbanan-Nya.
  6. Dalam penderitaan Daud, pun penderitaan kita terlihat bahwa Allah turut bersama-sama dengan kita, dan tidak ada penderitaan yang kekal bagi orang yang menyerukannya di dalam iman kepada Allah, sebab Allah dengan kasih-Nya akan selalu menolong dan memberi jalan keluar bagi kita sehingga kita merasakan dan mengalami kehidupan baru yang lebih kuat untuk menghadapi berbagai tantangan hidup yang juga akan kita hadapi.

Peristiwa kematian Yesus (Jumat Agung) merupakan tindakan penyelamatan dan penebusan umat beriman dari dosa. Karena itu marilah meresponi tindakan pengorbanan Yesus yang mati di salib dengan segala penyesalan yang dalam akan segala dosa dan pelanggaran kita. Sebagaimana disaksikan Luk.23:48 bahwa orang banyak yang menyaksikan kematian Yesus itu pulang sambil memukul diri mereka sebagai tanda penyesalan. Sudahkah kita menyesali seluruh dosa dan pelanggaran kita? Karena itu, marilah kita menyesali dosa kita dan bertobat agar kita tidak menyalibkan Yesus kali kedua. Jalan baru menuju iman yang kokoh telah diberikan oleh Yesus, oleh karena itu Jumat Agung ini mengingatkan dan mengarahkan bahkan mengajarkan kita bahwa kita ini bukanlah manusia lama tetapi adalah manusia baru didalam Yesus melalui pengorbanannya.

Masalah utama yang sering kali kita hadapi adalah ketidaksabaran menantikan waktu Allah. Kita mungkin sudah sangat lama mendoakan suatu pokok pergumulan, dan kita tidak mendapatkan jawabannya. Sebagaimana pemazmur, kita bisa mengatasi pergumulan kalau kita berani bersandar kepada Allah. Ketika kita meratapi mundurnya Allah dari kita, maka kita harus tetap memanggil-Nya Allah kita, dan terus berseru kepada-Nya sebagai milik kita. Ketika kita kehilangan iman yang memberikan kepastian, kita harus tetap hidup dengan iman yang menunjukkan kesetiaan. Bagaimanapun keadaannya, Allah itu baik dan Dia akan selalu meyendengkan telinga-Nya serta memperhatikan keadaan kita. Renungkan karya Allah pada masa lalu dan berpeganglah kepada janji penyertaan-Nya pada masa kini dan masa yang akan datang, sebab ada jaminan yang akan selalu kita dapatkan di dalam Yesus yang senantiasa membuka jalan yang baru dan hidup yang baru. Amin.

Pdt. Jontra Martua Purba, M.Th

Res. Pardomuan

Categories: Epistel

0 Comments

Leave a Reply

Avatar placeholder

Your email address will not be published. Required fields are marked *