Dialog Kerukunan Intern Umat Beragama Kristen Wilayah Barat Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Kristen

Pdt. Rudolf G. Pakpahan, M.Th Ka. Biro Umum Sinode GKPI

Tanggal 17 s.d. 19 Maret 2022

Diperkirakan ada 327 Sinode Gereja yang terdaftar di Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Kristen Republik Indonesia. Dari 327 Sinode Gereja dimaksud terdapat 48 Sinode Gereja yang terdaftar di Bimbingan Masyarakat Kristen Provinsi Sumatera Utara. Setiap Sinode Gereja dimungkinkan memiliki tafsir atas Kitab suci dan tradisi yang berbeda sehingga memiliki kerentanan bersinggungan di lapangan pelayanan. Oleh sebab itu, Dialog Kerukunan Intern Umat Beragama Kristen sangat dibutuhkan supaya setiap denominasi gereja yang ada dapat saling menerima untuk melaksanakan tugas panggilannya dalam bingkai Negara Republik Indonesia. Dialog kerukunan intern umat beragama Kristen yang dilaksanakan pada tanggal 17 s.d. 19 Maret 2022 yang lalu di hadiri 51 orang peserta dengan 4 orang narasumber dan dibagi dalam 4 sesi.

Sesi 1, Narasumber Pdt. Gomar Gultom, M.Th (Ketua Umum Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia) dengan materi “Moderasi Beragama dalam Persfektif Kristen”. Dalam pemaparannya, Narasumber menyampaikan bahwa agama-agama yang ada di dunia ini kehadirannya selalu mengusung hidup damai sebagai “jualannya”. Tetapi dalam kenyataan sejarah, konflik dan pertentangan atas nama agama sering terjadi. Agama dijadikan pembenaran atas kekerasan, pengambilan hak milik secara paksa dan pembunuhan orang-orang tak berdosa. Negara Republik Indonesia adalah bangsa yang majemuk dimanaKebhinekaan merupakan kenyataan sejarah, Toleransi sebagai semangat pemersatu, Pancasila Rumah Kita, UUD 45: Jaminan Kebebasan Beragama dijungjung tinggi. Namun realitanya bangsa kita sedang diperhadapkan dengan Tergerusnya nilai Toleransi, Terpinggirkannya Pancasila, Kemanusiaan vs sentimen kepentingan, Formalisme dan Dogmatisme beragama yang menjadi Ancaman serius bagi Kerukunan Umat. Dalam hal ini, Moderasi beragama merupakan jalan terbaik. Dalam KBBI, Moderasi didefenisikan pengurangan kekerasan, atau peng­hindaran keekstreman. Kata ini merupakan serapan dari kata moderat yang berarti sikap selalu menghindarkan perilaku atau pengungkapan yang ekstrem, dan kecenderungan kearah jalan tengah. Oleh sebab itu moderasi harus dipahami sebagai komitmen bersama untuk menjaga keseimbangan yang paripurna, di mana setiap warga masyarakat, apa pun suku, etnis, budaya, agama, dan pilihan politiknya harus mau saling mendengarkan satu sama lain, serta saling belajar melatih kemampuan mengelola dan mengatasi perbedaan di antara mereka.

Sesi 2, Narasumber Jannus Pangaribuan, S.H, MH (Direktur Urusan Agama Kristen) dengan materi “Peran Pemimpin Agama Kristen dalam menjaga Kerukunan Intern Umat Beragama”. Kerukunan adalah suatu proses untuk hidup berdampingan dan bersama-sama  mencapai keharmonisan dalam bermasyarakat. Kerukunan adalah jendela melihat dunia yang indah, semua yang kamu butuhkan untuk meraih masa depan yang lebih  baik, damai dan tenteram sudah diusahakan, tinggal tergantung niat dari setiap individu untuk mewujudkannya. Dalam konteks ke-Indonesiaan, kerukunan Intern beragama berarti kebersamaan internal umat beragama dengan Pemerintah dalam rangka mensukseskan pembangunan nasional dan menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Indonesia  merupakan negara yang majemuk dan diawali  dengan sejarah dunia. Kekristenan di Indonesia adalah juga majemuk, hal ini dapat kita ketahui dari adanya  aliran dan denominasi yang tercipta sehingga mewarnai keberagamaan keagamaan. Peran para pimpinan agama (Tokoh Agama), dan seluruh pemangku kepentingan dalam beragama yang baik dan benar memiliki tanggungjawab untuk memberikan “pencerahan” keagamaan dan “spirit rohani” sebagai pengejawantakan “iman” yang terus bertumbuh dalam keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dimana negara hadir menjadi fasilitator, mediator, regulator yang menjamin keberlangsungan hidup bermasyarakat, berbangsa, bernegara dan beragama secara damai dan rukun. Para pemimpin kristen (gereja) memakai dasar kepemimpinan adalah sebagai panggilan menjadi pemimpin yang melayani. Dasar kepemimpinan yang melayani adalah karakter Yesus Kristus itu sendiri, salah satu yang mendasar adalah keteladanan Yesus selalu memimpin dengan memberi teladan. Pengelolaan   kerukunan intern umat beragama meliputi :

  1. Menjungjung tinggi kehormatan institusi / lembaga keagamaan;
  2. Menjaga etika sesuai ajaran agama Kristen dan melaksanakan  ajaran Kristen secara konsisten;
  3. Menjaga etika yang berlaku agar tercipta citra dan reputasi lembaga  agama dalam masyarakat sesuai ajaran Kristen;
  4. Menyampaikan dan menerima informasi umat yang benar, tepat dan  akurat;
  5. Menghargai , menghormati dan membina solidaritas serta nama  baik instansi / lembaga;
  6. Melaksanakan keterbukaan informasi publik sesuai ketentuan  peraturan perundang-undangan dan juga firman Tuhan.

Sesi 3, Narasumber Dr. Oditha Hutabarat, M.Th (Rektor STAKN Kupang dan) dengan materi “Memelihara Kerukunan Intern Umat Beragama di Indonesia”.  Sepanjang sejarah, agama mempunyai implikasi terhadap munculnya violence dan war. Agama yang seringkali dihadirkan dalam ruang yang sempit, yang hanya menjadi legitimasi kekuasaan, kebenaran atas berbagai konflik, peperangan (holy wars) yang merupakan bentuk “jihad” (demi membela kerajaan suci) yang kemudian terjadinya (kekerasan di kerajaan surgawi). Maka tidak heran jika agama yang dihadirkan telah kehilangan substansi nilai universal, keramahan dan kesejukan. Dengan kondisi seperti inilah Friendrich Nietzsche mengatakan tentang “kematian Tuhan” agama telah menjadi sesuatu yang dilematis. Karena nilai-nilai agama tidak dihadirkan dalam pola perilaku sosial humanity yang menyejukkan, dan toleran dalam kontek masyarakat multikultural, sehingga kemudian pemahaman yang sempit terhadap agama melahirkan ketegangan, konflik-konflik laten yang berakibat sangat fatal dan dahsyat dalam kehidupan sosial-religious, seperti Perang Suci (1096-1270 M), tragedi 11 September (Markham dan Rabi, 2002), konflik Ambon (1999), perang Hindu Islam di India (1947), dan berbagai konflik lainnya.

Dari berbagai peristiwa kekerasan di atas menunjukkan bahwa masyarakat telah kehilangan ikatan kesucian nilai dan kesadaran nilai fundamental (keadilan, toleransi, pluralisme, perdamaian dan keharmonisan) dalam menegakkan perdamaian. Mengutip pendapat Richard M. Daulay menyatakan bahwa Sejarah gereja tidak lepas dari ekstrimisme, fundamentalisme, dan radikalisme. Oleh sebab itu pemikiran Fransz Magnis Suseno yang menyatakan Kesediaan saling menerima dan saling mengakui dalam kekhasan masing-masing sangat perlu diupayakan.

Sesi 4, Narasumber Pdt. Dr. Victor Tinambunan, MST (Sekretaris Jenderal HKBP, Ketua PGI Wilayah Sumatera Utara) dengan materi “Memelihara kerukunan Intern Umat Kristen Untuk Indonesia yang lebih baik”. Dengan mengutif Filipi 2 : 2-3 “Hendaklah kamu sehati sepikir, dalam satu kasih, satu jiwa, satu tujuan, dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia”. Tantangan dayat Indonesia masa kini adalah Krisis ekologi, perkembangan Informasi Teknologi, Radikalisme dan Narkoba. Orang-orang Kristen dan Gereja-gereja di Indonesia seharusnya hadir sebagai bagian dari solusi, bukan memperparah apalagi sumber masalah. Untuk menghadapi tantangan di Indonesia dan merawat kerukunan intern agama maka hamba-hamba Tuhan memiliki peran senteral untuk mengarahkan dan menuntun umat kepada Tuhan bukan pada (kepentingan) diri sendiri atau gereja sendiri.


0 Comments

Leave a Reply

Avatar placeholder

Your email address will not be published. Required fields are marked *