Oleh: Pnt. Dr. Sahat HMT Sinaga (Guru Jemaat GKPI Bekasi)

Salah satu badan yang baru diatur keberadaannya dalam Peraturan Rumah  Tangga (PRT)  Gereja Kristen Protestan Indonesia (GKPI) Tahun 2013,  selain hadirnya “Koordinator Wilayah/Korwil penuh waktu” adalah Badan Kerjasama (BKS).

Setelah keberadaan BKS berjalan dalam rentang waktu pasca 2 (dua) Sinode Am, yaitu Sinode Am 2015 dan Sinode Am 2020 perlu untuk diberikan beberapa catatan atas kehadirannya dalam medan pelayanan GKPI.

Dalam            PRT GKPI terdapat BAB XI berjudul BADAN/LEMBAGA PELAYANAN yang meliputi Pasal 76 berjudul Lembaga Persekutuan Pelayanan Katagorial, terdiri dari ayat (1) Pada tingkat Sinode dibentuk lembaga persekutuan pelayanan katagorial, yakni: a. Badan Kerjasama (BKS) Guru-guru Sekolah Minggu GKPI; b. Badan Kerjasama (BKS) Pemuda/i GKPI; c. Badan Kerjasama (BKS) Perempuan GKPI; dan d. Badan Kerjasama Pria GKPI. Ayat (2) Badan Kerjasama Katagorial membentuk kepengurusan dan peraturannya dan disahkan oleh Pimpinan Sinode. Ayat (3) Badan Kerjasama Katagorial tunduk kepada Tata Gereja, Peraturan Rumah Tangga, Keputusan Sinode Am, dan Peraturan GKPI, dan Keputusan Pimpinan Sinode, dan disahkan oleh Pimpinan Sinode. Ayat (4) Badan Kerjasama Katagorial pada tingkat Sinode dapat membentuk Badan Kerjasama Katagorial pada tingkat atau daerah Wilayah. Ayat (5) Badan Kerjasama Katagorial pada tingkat Wilayah atau Daerah ditetapkan dan disahkan serta bertanggungjawab kepada Pengurus Badan Kerjasama Katagorial tingkat Sinode.

Dari ketentuan yang telah diatur dalam PRT GKPI terdapat tugas yang harus dilakuan oleh BKS, yakni membentuk kepengurusan dan peraturannya dan disahkan oleh Pimpinan Sinode. Dengan demikian jika sudah terbentuk kepengurusan dan peraturan agar supaya resmi dan berlaku keberadaannya harus disahkan oleh Pimpinan Sinode.

Ketentuan Ayat (2) tersebut sekaligus menegaskan bahwa yang disahkan oleh Pimpinan Sinode hanya kepengurusan BKS tingkat Sinode dan peraturan BKS tingkat Sinode. Adapun kepengurusan BKS Katagorial tingkat Wilayah disahkan oleh Pengurus BKS Katagorial tingkat Sinode. Sehingga jika ada kepengurusan BKS tingkat Wilayah, apalagi peraturan BKS tingkat Wilayah disahkan oleh Pimpinan Sinode tentu bertentangan dengan ketentuan dalam PRT GKPI sehingga tidak sah.

Ketentuan Ayat (3) yang berbunyi  “Badan Kerjasama Katagorial tunduk kepada Tata Gereja, Peraturan Rumah Tangga, Keputusan Sinode Am, dan Peraturan GKPI, dan Keputusan Pimpinan Sinode, dan disahkan oleh Pimpinan Sinode”, menjadi tidak jelas dengan tambahan kalimat “dan disahkan oleh Pimpinan Sinode”. Oleh karena sikap tunduk BKS Katagorial terhadap  peraturan di GKPI tidak perlu  disahkan oleh Pimpinan Sinode.

Ketentuan Ayat (4)  yang berbunyi “Badan Kerjasama Katagorial pada tingkat Sinode dapat membentuk Badan Kerjasama Katagorial pada tingkat atau daerah Wilayah.” Seharusnya dimaknai bahwa BKS Katagorial tingkat Sinode dapat membentuk BKS Katagorial pada tingkat atau daerah (ditulis dengan huruf kecil) Wilayah sejalan dengan keberadaan 11 (sebelas) Wilayah pelayanan GKPI yang masing-masing dilayani oleh seorang Pendeta Koordinator Wilayah yang bekerja penuh waktu.

Ketentuan Ayat (5) yang berbunyi “Badan Kerjasama Katagorial pada tingkat Wilayah atau Daerah ditetapkan dan disahkan serta bertanggungjawab kepada Pengurus Badan Kerjasama Katagorial tingkat Sinode”. Memerlukan penjelasan lebih lanjut tentang makna kata “Daerah” (ditulis dengan huruf besar dan diawali dengan kata atau) yang dapat ditafsirkan setara dengan Wilayah. Pada dalam struktur pelayanan  GKPI tidak dikenal terminologi Daerah, melainkan Resort, Jemaat.

Dari uraian di muka, penulis menyampaikan beberapa catatan pemikiran sebagai berikut:

  1. Istilah “Badan Kerjasama” dalam pengetahuan umum adalah lembaga yang dibentuk oleh minimal  2 (dua) badan guna menjalankan kerjasama dalam bidang tertentu. Dengan melihat apa yang diimplementasikan di GKPI, Badan Kerjasama yang dimaksud adalah “Lembaga Persekutuan Pelayanan Katagorial” yang tidak lain adalah “wadah berhimpun atau bersekutu” warga Jemaat GKPI secara Katagorial. Oleh karena itu mengapa tidak disebut  dengan nama Persekutuan Pelayanan Guru-guru Sekolah Minggu GKPI, Persekutuan Pelayanan Pemuda/i GKPI dan Persekutuan Pelayanan Perempuan GKPI dan Persekutuan Pelayanan Pria GKPI, atau nama lain yang menggambarkan bahwa lembaga dimaksud adalah wadah persekutuan katagorial GKPI.
  2. Peraturan BKS yang dimuat dalam PRT GKPI perlu diperbaiki supaya jelas maksudnya, tidak melahirkan pelbagai interpretasi.
  3. Kepengurusan BKS tingkat Sinode sudah saatnya memiliki Sekretariat bersama di Kantor Sinode GKPI di Pematangsiantar sebagai pusat komunikasi dan informasi aktivitas BKS Katagorial yang melayani secara berkesinambungan, tidak hanya terasa ada pada saat menjelang pelaksanaan Musyawarah Pelayanan.
  4. Perlu dibuat mekanisme kerja antara BKS Wilayah dengan Koordinator Wilayah, sehingga jejaring pelayanan BKS ke tingkat Resort dan Jemaat seiring dan sejalan dengan peran dan fungsi Koordinator Wilayah yang merupakan perpanjangan tangan Pimpinan Sinode di Wilayah yang bersangkutan.
  5. Perlu dirumuskan secara lebih sungguh perihal kegiatan-kegiatan yang menjadi tugas dan fungsi BKS. Sehingga  keberadaan BKS di tingkat Wilayah  atau istilah sekarang ada Daerah, berdampak menunjang kegiatan pelayanan katagorial di tingkat Resort dan Jemaat, bukan sebaliknya menjadi duplikasi dari kegiatan pelayanan di tingkat Resort dan Jemaat.
  6. Perencanaan  kegiatan serta anggaran pendapatan dan belanja BKS perlu dirumuskan secara lebih terencana dan terjadwal supaya jemaat jemaat bisa Katagorial Jemaat dapat mempersiapkan partisipasinya secara lebih baik.


0 Comments

Leave a Reply

Avatar placeholder

Your email address will not be published. Required fields are marked *